Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 17 Juni 2008

Jalur profesi untuk programmer


Seperti tukang ojek, jika mereka tidak bersepakat dalam menetapkan harga, maka tentu saja harga tarif ojek ditetapkan setelah melalui proses tawar menawar. Lain halnya jika mereka berorganisasi, dan menetapkan tarif, maka proses tawar menawar bisa dikurangi, dan tidak ada harga yang terlalu murah, ataupun harga yang terlalu mahal yang bisa mengakibatkan persaingan yang tidak sehat.

Dalam dunia sekarang organisasi profesi memang sangat menentukan berkembang atau tidaknya profesi tersebut. Misalkan saja seorang lulusan S.1. jurusan psikologi, belum diakui sebagai tenaga psikolog (belum bisa membuka praktek), namun harus melewati terlebih dahulu jalur profesi yang juga membutuhkan waktu, jadi nanti mereka akan bergelar ganda, sebagai sarjana psikologi dan juga sebagai seorang psikolog, pada namanya juga dicantumkan misalnya Budi, S.Psi., PSI.

Hal ini seharusnya juga dapat menjadi perhatian bagi kalangan praktisi TI untuk juga mencanangkan wadah yang sama, sebuah jalur profesi yang diakui secara nasional untuk kalangan akademik. Dengan begini, tentu saja akan menguatkan posisi tawar para programmer di Indonesia. Tidak akan ada lagi ditemui programmer yang "buka praktek" sembarangan, sehingga menimbulkan "malpraktek" yang cenderung membuat kredibilitas buruk untuk kalangan programmer indonesia.


Tidak hanya itu saja project-project IT akan lebih mudah didapatkan, para pengguna jasa cukup menghubungi basis organisasi untuk mendapatkan informasi mengenai tenaga programmer yang berada didekat wilayah mereka. Tidak akan ada lagi peluang yang terbuang sia-sia.


Harga yang bersaing merupakan keuntungan tersendiri, jika ada programmer yang menjual hasil karyanya dengan harga yang murah, ini juga menjatuhkan kredibilitas , dengan adanya jalur profesi, tentu saja akan lebih mudah menetapkan standar harga yang merupakan win-win solution untuk programmer maupun untuk para pengguna jasa.

Hal ini bisa dilanjutkan untuk pengembangan software di indonesia (yang bukan open source) khususnya. Dengan adanya wadah yang bisa menyampaikan aspirasi, akan bisa dilakukan tawar-menawar dengan vendor software seperti microsoft, adobe dan lain-lain dengan tujuan "merasionalkan harga software" di Indonesia, sehingga kita tidak selalu dikenal sebagai bangsa yang tukang membajak...

Mungkin ndak ya....?

2 komentar:

  1. yap..seorang programmer yang baik harus selalu berusaha belajar dan meningkatkan nilai jual-nya ...

    BalasHapus